Pulau Penyengat atau
Pulau Penyengat Inderasakti dalam sebutan sumber-sumber sejarah, adalah sebuah pulau kecil yang berjarak kurang lebih 2 km dari Kota Tanjung Pinang, pusat pemerintahan Provinsi Kepulauan Riau. Pulau ini berukuran panjang 2.000 meter dan lebar 850 meter, berjarak lebih kurang 35 km dari Pulau Batam. Pulau ini dapat ditempuh dari Tanjungpinang dengan menggunakan perahu bermotor atau lebih dikenal
pompong yang memerlukan waktu tempuh kurang lebih 15 menit.
Pulau Penyengat merupakan salah satu obyek wisata di Kepulauan Riau. Di pulau ini terdapat berbagai peninggalan bersejarah yang diantaranya adalah
Masjid Raya Sultan Riau yang terbuat dari putih telur, makam-makam para raja, makam dari pahlawan nasional Raja Ali Haji, kompleks Istana Kantor dan benteng pertahanan di Bukit Kursi. Sejak tanggal
19 Oktober 1995, Pulau penyengat dan kompleks istana di Pulau Penyengat telah dicalonkan ke
UNESCO untuk dijadikan salah satu
Situs Warisan Dunia.
Sejarah
Menurut cerita, pulau mungil di muara
Sungai Riau,
Pulau Bintan ini sudah lama dikenal oleh para pelaut sejak berabad-abad yang lalu karena menjadi tempat persinggahan untuk mengambil air tawar yang cukup banyak tersedia di pulau ini. Belum terdapat catatan
tertulis tentang asal mula nama pulau ini. Namun, dari cerita rakyat
setempat, nama ini berasal dari nama hewan sebangsa serangga yang mempunyai
sengat. Menurut cerita tersebut, ada para pelaut yang melanggar
pantang-larang ketika mengambil air, maka mereka diserang oleh ratusan serangga berbisa. Binatang ini yang kemudian dipanggil
Penyengat dan pulau tersebut dipanggil dengan
Pulau Penyengat. Sementara orang orang Belanda menyebut pulau tersebut dengan nama
Pulau Mars.
Tatkala pusat pemerintahan Kerajaan Riau bertempat di pulau itu ditambah menjadi
Pulau Penyengat Inderasakti. Pada 1803, Pulau Penyengat telah dibangun dari sebuah pusat pertahanan menjadi negeri dan kemudian berkedudukan
yang dipertuan muda Kerajaan Riau-Lingga sementara
Sultan berkediaman resmi di
Daik-Lingga. Pada tahun
1900,
Sultan Riau-Lingga pindah ke Pulau Penyengat. Sejak itu lengkaplah peran Pulau Penyengat sebagai pusat pemerintahan, adat istiadat,
agama Islam dan
kebudayaan Melayu.
Masjid Raya Sultan Riau
Masjid ini awalnya dibangun oleh Sultan Mahmud pada tahun 1803.
Kemudian pada masa pemerintahan Yang Dipertuan Muda VII Raja
Abdurrahman, tahun 1832 masjid ini direnovasi dalam bentuk yang terlihat
saat ini. Bangunan utama masjid ini berukuran 18 x 20 meter yang
ditopang oleh 4 buah tiang beton. Di keempat sudut bangunan, terdapat
menara tempat Bilal mengumandangkan adzan. Pada bangunan Masjid Sultan
Riau terdpat 13 kubah yang berbentuk seperti bawang. Jumlah keseluruhan
menara dan kubah di Masjid Sultan Riau sebanyak 17 buah yang
melambangkan jumlah rakaat shalat wajib lima waktu sehari semalam.
Di sisi kiri dan kanan bagian depan masjid terpdat bangunan tambahan
yang disebut dengan Rumah Sotoh (tempat pertemuan). Menurut sejarahnya,
masjid ini dibangun dengan menggunakan campuran putih telur, kapur,
pasir dan tanah liat.
1.
Mushaf al-Quran
Terdapat dua buah al-Quran tulisan tangan yang tersimpan di dalam Masjid
Sultan Riau Pulau Penyengat. Salah satu yang diperlihatkan kepada
pengunjung adalah hasil goresan tangan Abdurrahman Stambul, seorang
penduduk Pulau Penyengat yang dikirim oleh Kerajaan Lingga ke Mesir
untuk memperdalam ilmu Agama Islam, sekembalinya dari belajar dia
menjadi guru dan terkenal dengan "khat" gaya Istambul. Al-Quran ini
diselesaikan pada tahun 1867 sambil mengajar. Keistimewaan al-Quran
Mushaf Abdurrahman Stambul ini adalah banyaknya penggunaan "Ya Busra"
serta beberapa rumah huruf yang titiknya sengaja disamarkan sehingga
membacanya cenderung berdasarkan interpretasi individu sesuai akal dan
ilmunya.
2. Istana Kantor
Istana Kantor adalah istana dari Yang Dipertuan Muda Riau VIII Raja
Ali (1844-1857), atau juga yang disebut dengan Marhum Kantor. Selain
digunakan sebagai kediaman, bangunan yang dibangun pada tahun 1844 ini
juga difungsikan sebagai kantor oleh Raja Ali.
Istana Kantor berukuran sekitar 110 m2 dan menempati areal sekitar
satu hektar yang seluruhnya dikelilingi tembok. Bangunan dan puing yang
masih ada memperlihatkan kemegahannya di masa lalu.
3. Balai Adat Melayu
Balai Adat Pulau Penyengat adalah replika rumah adat Melayu yang
pernah ada di Pulau Penyengat. Bangunan Balai Adat merupakan rumah
panggung khas Melayu yang terbuat dari kayu. Balai Adat difungsikan
untuk menyambut tamu atau mengadakan perjamuan bagi orang-orang penting.
Di dalam gedung, kita dapat melihat tata ruang dan beberapa benda
perlengkapan adat resam Melayu, serta berbagai perlengkapan atraksi
kesenian yang digunakan untuk menjamu tamu-tamu tertentu.
Di bagian bawah Balai Adat ini terdapat sumur air tawar yang konon
sudah berabad lamanya dan sampai sekarang airnya masih mengalir dan
dapat langsung diminum.